SENDAL JEPIT AINI

 Aini memarkir motornya di bawah pohon mangga tetangga.  Ia baru datang dari lapangan, mengerjakan tugas hariannya sebagai abdi negara.  Penyuluh Pertanian Lapangan.  Ah, matahari di atas kepala…cahayanya membakar kulit Aini yang sudah sawo matang.  Meskipun begitu, lihatlah…sandal jepit Aini masih saja belepotan lumpur tebal.

“Dari mana Ain?” Tanya Kak Mina, kakak sepupu Aini.

“Dari kantor divisi BGA kak, tadi nyari data kesana” jawab Aini.  Kakak sepupu Aini itupun hanya bisa menggelengkan kepala melihatnya pulang selalu dihiasi lumpur jalanan begitu.  Ia hanya bisa menarik nafas kemudian berlalu dari hadapan Aini menuju rumah.  Yah, pekerjaan sebagai penyuluh mungkin saja tak terlalu berat jika berada di daerah yang sudah maju.  Tapi bagi Aini yang ketiban rezeki di udik, akhirnya profesi ini justru bukanlah pekerjaan yang ringan.

Bagaimana tidak jika ia harus keluar masuk hutan?  Bukan hutan-hutanan ya….  Tapi ini hutan beneran.  Pohon-pohon sebesar pelukan manusia masih banyak, jalan-jalan setapak yang membingungkan atau jalan kebun sawit yang becek bertebaran dimana-mana.  Jalanan aspal berlobang sepanjang mata memandang tak lebih baik dari jalan setapak atau jalan becek kebun sawit milik salah satu perkebunan besar swasta itu.  Dari pada menderita lebih lama karena harus menempuh jalan berputar di jalan poros, jalan beraspal dengan “bolongisasi” di sana sini itu…Aini lebih memilih jalan becek yang sepi.  Lebih cepat sampai, meskipun akhirnya sepanjang jalan hanya bisa melafadzkan Laa haula wa laa quwwata illa billah….  Ia takut maka satu-satunya cara yang dilakukannya hanya berlindung pada Sang Khaliq yang maha melindungi.  Dan ia tak pernah kecewa.  Allah swt selalu menjaganya dengan banyak cara.
Baca lanjutannya…^_^